Rabu, 15 Mei 2019

Analisis Struktur Fisik Puisi ‘Nyanyian Gerimis’ Karya Soni Farida Maulana

Toming Sek
Tulisan ini merupakan tugas Pelatihan Daring Program Guru Pembelajar yang diunggah ke GuruPembelajar.id Kelas KK F Jember.

Disusun Oleh: M. Nasiruddin Timbul Joyo (SMP PGRI Jengawah)


 Nyanyian Gerimis

      Karya Soni Farid Maulana

Telah kutulis jejak hujan
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum 
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma
Yang saling memahami gairah terpendam
Dialirkan sungai ke muara
            Sesaat kita larut dalam keheningan
            Cinta membuat kita betah hidup di bumi
            Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
            Seperti lengkung pelangi
            Sehabis hujan menyentuh telaga

Inikah musim semi yang sarat nyanyian
Juga tarian burung-burung itu?
Kerinduan bagai awah gunung berapi
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu
Adalah puisi adalah gelombang lautan
Yang menghapus jejak hujan
Di pantai hatiku.
             Begitulah jejak hujan
             Pada kulit dan rambutmu
             Menghapus jarak dan bahasa
             Antara kita berdua
                          1988

1.    Diksi adalah Pilihan dan Penggunaan Kata

Pilihan dan penggunaan kata dalam  Nyanyian Gerimisi karya Soni Farid Maulana lebih banyak menggunakan kata yang bermakna konotasi.

Berikut beberapa pilihan kata yang ada puisi Nyanyian Gerimis berdasarkan makna katanya.

Kuntum, kata ini biasanya digunakan untuk menyebut bunga dalam frasa ‘sekuntum bunga’. Kata kuntum digunakan oleh penulis Nyanyian Gerimis dirangkai dengan kesepian. Kesepian dianggap memiliki kermiripan dengan bunga. Kesepian adalah sesuatu yang tidak enak, merasa sendiri, tetapi juga memiliki nilai keindahan, karena berkaitan dengan gairah terpendam/ dialirkan sungai ke muara. Jadi, meskipun dalam keadaan kesepian tetapi demi cinta ‘cinta membuat kita betah hidup di bumi.

Tidak hanya kata kuntum, pilihan kata yang digunakan juga banyak yang seperti itu, misalnya puisi yang diumpamakan dengan gelombang lautan dalam baris Adalah puisi adalh gelombang lautan.

2.    Pengimaji atau Citraan

Citraan adalah gambaran yang terdapat dalam puisi yang seolah-olah dapat dirasakan oleh alat indra manusia.

Adapun citraan atau pengimaji dalam puisi Nyanyian Gerimis adalah sebagai berikut:
Citra Pendengaran

Citra  pendengaran terdapat dalam baris ‘inikah musim semi yang sarat nyanyian’ (bait ketiga baris kedua)

Nyanyian berkaitan dengan suara, maka nyanyian merupakan tanda bahwa baris tersebut mengandung citra pendengaran.

Selain baris tersebut, bari-baris berikut ini juga mengandung citraan pendengaran dalam puisi Nyanyian Gerimis:
            Sarat letupan. Lalu desah nafasmu

            Sesaat kita larut dalam keheningan

Letupan dan desah nafas (suara nafas) dapat diketahui melalui indra pendengaran. Begitu juga dengan keheningan. Keheningan berarti kondisi tidak ada suara, kondisi sepi tersebut dapat diketahui dengan indra pendengaran.

Citra Pengelihatan

            Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
            Seperti lengkung pelangi

Adanya ekor cahaya yang berpantulan dapat diketahui melalui indra pengelihatan, begitu juga dengan lengkung pelangi.  Bentuk lengkung, dapat diketahui melalui pengelihatan begitu juga pelangi, yang identik dengan warna-warni.

Kata dan frasa lain yang menunjukkan adana citra pengelihatan dalam puisi di atas adalah tarian burung-burung;.


Citra Peraba

Puisi Nyanyian Gerimis memiliki citra peraba, yaitu kata-kata dalam puisi yang seolah dapat dirasakan melalui indra peraba. Antara lain terdapat dalam baris keempat bait pertama. Dalam baris tersebut ada kata hangat.

Hangat adalah kondisi yang dapat diketahui oleh manusia menggunakan indra peraba yang terdapat di seluruh jaringan kulitnya.


3.    Kata Konkret
Kata konkret adalah kata yang ‘mewakili’ suatu keadaaan. Kata konkret yang terdapat dalam puisi Nyanyian Gerimis adalah:

Pelangi yang melambangkan ‘keindahan penuh warna’

Musim semi melambangkan, ‘fase baru yang lebih indah’

4.    Majas/Gaya Bahasa
Majas atau gaya bahasa yang terdapat  dalam puisi Nyanyian Gerimis di atas antara lain adalah personifikasi, metafora, sinekdok pars prototo, dan sinestesia.

Majas Personifikasi terdapat pada baris-baris berikut ini:

            Nyanyian Gerimis
Yang dapat bernyanyi adalah manusia. Jika gerimis bisa bernyanyi maka seolah-olah gerimis bertindak seperti  manusia, maka ini adalah majas personifikasi.

            Tarian burung-burung

Sama halnya dengan penjelasan baris judul. Yang dapat menari adalah manusia. Maka tarian burung merupakan personifikasi.

Majas Metafora
 Majas metafora terdapat pada baris,
             
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma

Dipetik adalah pekerjaan yang dikenakan untuk buah dan bunga. Pada baris puisi di atas, kata dipetik diperuntukkan pada kondisi ‘kesepian’.

Majas Sinekdok Pars Prototo
Majas ini juga terdapat dalam puisi Nyanyian Gerimisi, khusunya pada baris:

            Begitulah jejak hujan
            Pada kulit dan rambutmu

Yang disebutkan dalam baris puisi tersebut ‘hanya’ rambut dan kulit, padahal kedua kata tersebut (rambut dan kulit) adalah seluruh tubuh. Maksudnya seluruh tubuh basah kehujanan.

Majas Sinestesia
Majas sinestesia secara sederhana dapat diartikan sebagai pertukaran kata yang digunakan berdasarkan indra tertentu.

            Dipetik hangat percakapan.....

Baris di atas menggunanakan kata hangat  untuk percakapan.  Hangat seharusnya digunakan untuk sesuatu yang dapat diketahui menggunakan indra peraba, misalnya udara hangat. Percakapan yang merdu, misalnya sama-sama menggunakan indra pendengar. Maka penggunaan hangat dalam frasa hangat percakapan merupakan majas sinestesia.


5.    Rima/Irama

Rima dan Irama dalam puisi di atas tidak begitu kuat, sehinga tidak ada yang khas dari segi rima dan irama.  Masing-masing bait tidak konsisten penggunaan bunyi akhirnya, tetapi penggunaan beberapa bunyi sengau (akhir huruf m, u, dan n) menunjukkan bahwa puisi tersebut mengandung kesedihan.