Rabu, 15 Mei 2019

Tarian Asal Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung utara Pulau Sulawesi dengan Ibu kota terletak di kota Manado. Provinsi ini di sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Gorontalo yang merupakan hasil pemekaran wilayah dari provinsi Sulawesi Utara. Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas tiga kelompok etnis utama yaitu suku Minahasa, suku Sanggihe dan Talaud serta suku Bolaang Mangondow. Lagu daerah yang cukup terkenal antara lain Si Patokaan dan O Ina ni keke.

Seperti suku bangsa yang lainnya maka suku bangsa di Sulawesi Utara juga memiliki beragam bentuk kesenian. Di bidang kesenian terutama tari-tarian Provinsi Sulawesi Utara sangat kaya akan tarian. Beberapa jenis tari yang berasal dari Sulawesi Utara antara lain :

1. Tari Maengket
Maengket adalah tari tadisional Minahasa dari zaman dahulu hingga saat ini masih berkembang. Maengket adalah paduan dari sekaligus seni tari, musik dan nyanyi, serta seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang dilantunkan. Sejumlah pengamat kesenian bahkan melihat maengket sebagai satu bentuk khas sendratari berpadu opera. Apapun, maengket memang merupakan sebuah adikarya kebudayaan puncak yang tercipta melalui proses panjang penyempurnaan demi penyempurnaan.

Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di ladang. Kalau dulu nenek moyang Minahasa, Maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tarinya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya.

Tari ini dimainkan berpasangan antara pria dan wanita. Biasanya terdapat sekitar 20 pasang atau lebih, mereka menari dan menyanyi dan diiringi musik beduk (tambur) oleh seorang yang ahli, dan ada seorang pemandu tari. Tari ini merupakan tari pergaulan yang dilaksanakan secara berpasangan dengan menggambarkan susana kasih dan sayang.

2. Tari Katrili
Menurut legenda tari Katrili adalah salah satu tarian yang dibawa oleh bangsa Spanyol. Pada waktu itu bangsa Spanyol datang dengan maksud
Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung utara Pulau Sulawesi dengan Ibu kota terletak di Tarian Asal Sulawesi Utara

membeli hasil bumi yang ada di Minahasa, karena memperoleh hasil yang banyak, mereka menari-nari dengan tarian Katrili. Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka untuk menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang dibeli di Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.

Tari Katrili hampir sama dengan tari Maengket dalam hal berpasangan, para penari Katrili mengenakan pakaian seperti penari Quadrille di Eropa yaitu pakaian dengan renda panjang. Sedangkan penari pria menggunakan pakaian jas dengan hiasan saputangan disakunya, dasi kupu-kupu, dan topi tinggi.

3. Tari Maselai
Mesalai adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Sulawesi Utara. Kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, tari mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.

Tari Mesalai pada dasarnya berbentuk tari kelompok karena dalam penampilannya tari ini merupakan rangkaian dari upacara tradisi (syukuran) dimana peserta upacara secara langsung terlibat dalam suasana upacara yang mereka laksanakan. Tarian ini merupakan tarian bebas dalam arti tidak terikat oleh komposisi tertentu.

Peralatan musik (waditra) yang digunakan untuk mengiringi tari mesalai adalah tegonggong yang iramanya terdiri dari lima macam, yaitu: (1) tengkelu bawine (irama untuk wanita); (2) tengkelu sonda (irama untuk pria); (3) tengkelu sahola (irama lincah); (4) tengkelu balang (irama mendayung); dan (5) tengkelu duruhang (irama menyusur pantai). Busana yang dipakai oleh para penari pria adalah busana adat yang disebut laku tepu. Busana ini terbuat dari tumbuhan sejenis pisang yang kadang disebut juga serat manila. Sedangkan, busana yang dikenakan oleh penari wanita diantaranya adalah: (1) laku tepu; (2) papili (mahkota yang terbuat dari kulit penyu yang dihiasi sejenis bunga angrek); (3) topo-topo (rangkaian bunga yang dililitkan pada sanggul); (4) soho (kalung); (5) galang (gelang); (6) lenso (sapu tangan); dan (7) boto pasige (sanggul).

4. Tari Kabasaran
Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.

Kata Kawasalan ini kemudian berkembang menjadi "Kabasaran". Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar. Tarian ini dimainkan secara berkelompok. Para penari mengenakan pakaian merah, mata melotot, wajah garang. Tiap penari Kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan leluhur yang terdahulu karena tarias kabasaran merupakan keahlian turun temurun.

Tarian kabasaran amat berbeda dengan tarian lainya di Indonesia yang mengumbar senyum dan gerakan yang lemah gemulai. Tarian ini didominasi oleh warna merah dan tata rias yang sangar, serta lantunan musik yang membakar semangat. Selain itu para penari dibekali senjata pedang dan tombak tajam, sehingga tarian ini terkesan rancak dan garang.

5. Tari Maramba
Maramba hanya dipentaskan hanya pada sat sekumpulan orang di dalam suatu pertemuan. Biasanya pada saat bersyukur kepada sang pencipta dan memohon doa restu terciptanya sebuah bangunan atau rumah baru. Tarian tersebut dimainkan di rumah baru tersebut sekaligus menguji kekokohan rumah. Sambil bernyanyi-nyanyi khas aderah dan berbaris mengitari rumah, mulai dari dalam sampai ke luar.

6. Tari Maengket Moawey Kamberu
Tarian ini merupakan suatu tarian yang ditarikan setelah panen padi. Tari ini merupakan wujud syukur karena hasil pertanian yang melimpah. Dalam bentuk pertunjukannya pula terdapat cerita tentang bagaimana masyarakat Minahasa hidup dengan bercocok tanam, yang disimbolkan melalui gerak. Pelaksanaan tari maowey kamberu dilakukan setelah panen hasil dan biasanya dimulai pada siang hari, pertunjukan tari maowey kamberu dilakukan dalam lingkungan masyarakat Minahasa.